Rumah Kelahiran Bung Hatta
Ilustrassi:
Liano Fernandes. 2015
Salah
satu usaha untuk mengenang salah seorang dari Proklamator Kemerdekaan Indonesia
adalah dengan mengabadikan kehidupan dan penghidupannya.Usaha ini dilakukan
berupa menghadirkan kembali suasana kehidupan masa lalunya dengan membangun
kembali rumah kelahiran Bung Hatta.
Rumah
kelahiran Bung Hatta dibangun kembali bertujuan bukan saja sebagai salah satu
usaha untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa beliau, tetapi lebih ditujukan
untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangannya.Pembangunan rumah tersebut,
diharapkan para generasi penerus dapat mempelajari dan lebih memahami
kepribadian serta ketokohan beliau sehingga muncul sebagai pemimpin terkemuka
di Republik ini.
Gagasan
pembangunan kembali (rekonstruksi) rumah kelahiran Bung Hatta ini bermula dari
Ketua Yayasan Pendidikan Wawasan Nusantara (sekarang bernama Yayasan pendidikan
Bung Hatta) yang mengelola universitas yang memakai nama besar Bung Hatta.
Setelah sekian lama tertunda baru pada bulan September 1994, lahan rumah
tersebut dapat dibebaskan oleh pemerintah daerah kota Bukittinggi.
Pada
bulan November 1994 sampai dengan Januari 1995 dimulailah penelitian untuk
mendapatkan bentuk rumah yang akan dibangun. Didasarkan kepada foto yang ada
dalam memoar Bung Hatta (hal. 7) dan beberapa foto yang masih disimpan oleh
keluarga, maka mulailah menginterpretasikannya kedalam gambar perencanaan.
Rumah
Bung Hatta yang terbuat dari struktur kayu diperkirakan dibangun tahun 1860 an
dan mengalami masa pasang surut secara fungsi dan fisik karena sudah tua dan
runtuh pada tahun 1960-an. Sebelum dibeli oleh Haji Sabar, bangunan belakang
rumah tersebut masih berfungsi dan dihuni oleh beberapa keluarga secara
bergantian.
Pelaksanaan
pembangunan baru dimulai pada tanggal 15 Januari 1995 dan diresmikan pada
tanggal 12 Agustus 1995, yang bertepatan dengan hari kelahiran Bung Hatta dan
peringatan 50 tahun Indonesia Merdeka. Pembangunan rumah ini menghabiskan 266
meter persegi sasak dari batuang (bambu) yang didatangkan khusus dari
Batusangkar, 525 meter persegi tadir pariang dari Payakumbuh, 75 meter persegi
kayu banio tampuruang dari Muara Labuh, kayu ruyuang, 1.600 zak Semen Indarung,
336 meter persegi pasir pasang, 138 meter persegi batu kali dari Padang Tarok,
25.000 buah batubata dari Payakumbuh serta material pendukung lainnya.
Untuk
kelengkapan rumah seperti kunci-kunci, grendel, dan tiang kuno didapat dari
berbagai pihak dan masyarakat sekeliling sehingga tampilan rumah ini mendekati
aslinya.
Rumah
ini juga dilengkapi dengan peralatan seperti tempat tidur (kui) kuningan dari
Inggris, kero hitam (tempat tidur hitam), tempat tidur ukir yang digunakan oleh
Bung Hatta serta perabotan lainnya seperti kursi, meja dan beberapa koleksi
foto serta lukisan yang berasal dari pihak keluarga untuk mengembalikan suasana
lalu.
Penataan
landscape luar rumah diusahakan
seperti suasana awalnya, seperti dengan ditanamnya tiga pohon jambak di bagian
depan rumah, murbai di depan kapuk (bagian belakang rumah), dan pohon sawo di
depan istal.
Tanaman
pendukung lainnya telah ditanam beberapa tanaman yang sudah mulai jarang
ditemukan pada saat ini seperti tetehan, bungo kuniang, adam dan hawa, pinang
rajo, kaladi aie dan tanaman hias lainnya.
Pelaksanaan
pembangunan rumah ini didukung oleh tenaga tukang sebanyak 40 orang, ditambah
dengan tukang khusus untuk bangunan kapuk dan penanam tanaman.
Sebagai
sebuah rumah yang sarat dengan kandungan sejarah, secara umum rumah ini juga
dapat menggambarkan dan menceritakan suasana masa lalu tentang teknologi
pembangunan rumah, situasi dan kehidupan masyarakat masa lalu dan khususnya
kehidupan keluarga besar Bung Hatta. Untuk masa yang akan datang, bangunan ini
sangat berguna untuk misi pendidikan, sejarah serta objek wisata. (Anonim,
museumindonesia, 2009, Rumah Kelahiran Bung Hatta, web museumindonesia, diakses
4 Oktober 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar